Jumat, 14 Januari 2011

TEKNIK PRESENTASI

Apa perbedaan antara presentasi yang baik dan yang buruk? Memberikan presentasi yang baik adalah mudah bila anda mengetahui karakteristik yang memisahkan antara presentasi yang baik dan presentasi yang buruk. Bandingkan karakteristik di bawah ini :

Presentasi yang baik

* Energi dan penuh semangat
* Kontak mata dengan audiens
* Berbicara dengan jelas dan cukup keras
* Sesekali bergerak saat berbicara
* Menggunakan anekdot dan humor yang sesuai
* Mengenakan pakaian yang serasi
* Argumen-argumen terstruktur dengan baik
* Slide dapat dibaca
* Tipe slide bervariasi
* Tidak lebih dari 1 slide per menit
* Variasi teknologi lain, misalnya video
* Selesai tepat waktu dan sediakan waktu untuk Tanya jawab.

Presentasi yang buruk

* Tujuan tidak jelas
* Postur tubuh kurang baik, tidak ada kontak mata, dan berbicara dengan suara yang monoton
* Pengulangan yang tidak perlu (dalam presentasi atau dari pembicara sebelumnya)
* Kurang persiapan
* Terlalu rumit/sederhana bagi audiens
* Terlalu banyak slide
* Slide tidak dapat dibaca
* Penggunaan efek-efek teknis Power Point yang berlebihan
* Penggunaan warna yang buruk pada slide
* Pengunaan peralatan teknis yang keliru
* Melebihi waktu yang dialokasikan untuk presentasi anda.




komponen-komponen dari presentasi yang baik
Suatu presentasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, dengan masing-masing kumpulan pertanyaan yang harus Anda tanyakan pada diri Anda sendiri sebelum saat presentasi.

I. Pendahuluan

* Bagaimana cara Anda membina hubungan dengan audiens?
* Bagaimana cara Anda menangkap perhatian audiens? Akankah Anda menggunakan kutipan, gambar, fakta atau kisah?
* Apa maksud presentasi Anda dan bagaimana anda akan menyatakannya dengan jelas di awal pembicaraan sehingga audiens tahu apa yang akan disampaikan pada mereka?

II. Isi presentasi

* Apakah urutan logis untuk topik yang ingin Anda cakup dan dapatkah Anda membuat alur atau cerita untuk membantu audiens memahami arah presentasi anda?
* Apa 3-5 butir kunci yang ingin Anda sampaikan dan bagaimana cara Anda menggunakan data atau ilustrasi untuk menyampaikan butir-butir tersebut pada audiens?
* Bagaimana cara Anda meringkas butir-butir Anda, dan kemudian beralih ke bagian berikutnya dari presentasi Anda?

III. Ringkasan

* Ringkas semua butir kunci.
* Ilhami audiens untuk menggunakan informasi yang Anda sampaikan.

VOLKANISME DAN EVOLUSI GEOLOGI

VOLKANISME DAN EVOLUSI GEOLOGI

1. Distribusi batuan beku
Gunungapi adalah fenomena utama yang menyertai evolusi kulit bumi. Hal ini merupakan hasil nyata dapat dijumpai dalam seluruh waktu geologi. Mengambil konsep kevulkanikan dalam arti luas, sebagai sebuah proses internal maupun eksternal yang menyeluruh merupakan faktor utama dalam evolusi kerak bumi.
Kepulauan Indonesia merupakan reprasentasi singkat dari penjelasan ini. Sejumlah busur orogen dapat dicirikan dengan baik sejak zaman Paleosoikum sampai Resen. Sebagian besar diikuti oleh intrusi dan ekstrusi batuan beku dari berbagai umur. Pencirian dapat dibuat oleh batuan beku pra orogen, ofiolit hasil geosinklin, batuan hasil geantiklin berafinitas Pasifik, variasi orogen akhir dari batuan berafinitas Mediteran serta ekstrusi basal olivin pasca orogen.
Paparan Sunda membentuk tepi kontinen yang kurang stabil, dikelilingi oleh sistem busur vulkanik Sunda. Ini dikonsolidasikan oleh orogenesa yang terjadi di daerah ini pada Palaesoikum Muda – Mesosoikum Tua. Siklus diatrofisma ini berawal di kepulauan Anambas dan menyebar ke arah timur laut ke Natuna dan ke arah barat daya ke kepulauan Riau dan Bangka Beliton. Di kepulauan Anambas batuan beku basa (gabro, gabro porfiri, diabas dan andesit) merupakan kelompok batuan tua yang diintrusi oleh batolit granit berumur Permo Trias. Kelompok batuan ini sebanding dengan batuan Permokarbon Pulu Melayu di Kalimantan Barat.
Di kepulauan Natuna batuan tertua terdiri dari batuan beku basal (gabro, diorit, diabas, norit, ampibolit, serpentinit dan tufa) yang berasosiasi dengan rijang radiolaria. Ini merupakan tipikal asosiasi ofiolit radiolaria yang dapat dikorelasikan dengan batuan berumur Permokarbon bagian dari Formasi Danau (Molengraff) di bagian utara Kalimantan Barat. Seri yang lebih muda terdiri dari serpih dan konglomerat dengan batuan vulkanik basa berhubungan dengan batuan berumur Trias bagian atas di Kalimantan Barat dan di daerah paparan Sunda. Batuan ini diintrusi oleh batolit granit pasca Trias. Pulau Midai yang sangat kecil di barat daya kepulau Natuna merupakan vulkanik basal sub resen

Batuan di Kepulauan Riau-Lingga
Batuan vulkanik dapat disebandingkan dengan batuan gunugapi seri Pahang di Malaysia. Mereka sebagian merupakan batuan berumur Permokarbon dan Trias. Intrusi granit kemungkinan terjadi antara zaman Permokarbon dan Trias Atas. Batolit granit di daerah ini sebagian besar berumur pasca Trias, atau mungkin Yura. Cebakan timah di daerah ini berhubungan dengan granit pasca Trias. Cebakan timah jarang dijumpai di sebelah timur (Bintan dan Lingga) dan banyak dijumpai di sebelah barat (Karimun, Kundur, Singkep). Jalur timah ini meluas ke tenggara sampai Bangka dan Biliton. Pulau ini terdiri dari serpih dan kuarsit yang dapat disamakan dengan batuan berumur Trias Atas di kepulauan Riau-Lingga, sebagai busur yang diintrusi oleh batolit granit yang mengandung timah. Batolit granit yang sekarang tersingkap, kemungkinan merupakan merupakan batuan dasar (basement) regional dari batuan plutonik granit. Karakter kulit bumi paparan Sunda sangat berhubungan dengan intrusi granit pasca Trias (atau intra Yura), dan pengaruh ikutannya.

Evolusi Jalur Vulkanisme Kalimantan
Evolusi geologi jalur utara Kalimantan barat dimulai dengan adanya penurunan geosinklin setelah pembentukan batuan dasar sekis kristalin Pra Karbon. Kegiatan ini diikuti intrusi batuan basa (gabro) dan ekstrusi (batuan basalan dan basalan andesit dari Seri Molengraaff’s Pulau Melayu). Fase awal dari perlipatan Permotrias, diikuti oleh penempatan batolit, terutama tonalitik. Setelah denudasi kuat sehingga batolit-batolit tersingkap, terjadi proses transgresi Trias Atas. Sedimentasi berlanjut di bagian barat jalur ini sampai Lias, dan diikuti oleh volkanisme asam sampai menegah. Fasa kedua adalah perlipatan kuat pada zaman Yura. Transgresi Yura atas dan Kapur di daerah Seberuang berumur Kapur (Zeylmans Van Emmichoven, 1939) menunjukkan adanya interkalasi lava asam dan tufa asam. Pelipatan lemah terjadi akibat tekanan intrusi diorit pada zaman Kapur Atas. Intrusi berlanjut sebagai intrusi hipabisal dan ekstrusi batuan vulkanik Oligomiosen (terutama andesit hipersten horblenda, dengan berbagai verietas asam lainnya).
Di bagian Tersier bawah Cekungan Ketunggan juga merupakan diorit holokristalin seperti dikemukakan Zeylmans Van Emmichoven (1939). Pada zaman Kwarter, batuan basal muncul di seputar andetis horblena Niut, sehingga dapat dikomparasikan dengan erupsi efusif basal Sukadana di Sumatra.Batuan plutonik “Schwaner Zona” merupakan bagian terdalam yang tersingkap di Kalimantan Barat. Di sini, dari timur ke barat membentuk pusat sumbu sistem pegunungan Palezoikum muda sampai Mezosoikum tua Kalimantan Barat. Evolusi daerah ini dimulai dari pembentukan kompleks batuan dasar sekis kristalin dan geneis. Transgresi terjadi pada Permokarbon yang menghasilkan fasies pelitik dan psamitik dan sebagian endapan batugamping. Pada Permo Trias terjadi intrusi plutonik yang dimulai dengan gabro dan diakhiri batuan lebih asam yang kebanyakan tonalit, batuan beku dalam, dengan lampopir, aplit dan pegmatit. Setelah batuan plutonik tersingkap, pengendapan pelitik dan psamitik terjadi pada zaman Trias Atas. Tidak ada fasies vulkanik Trias Atas yang ditemukan di Zona Schwaner. Selanjutnya terjadi perlipatan yang diikuti oleh alterasi hidrotermal epimagmatik. Pengangkatan berlangsung sampai sekarang dengan disisipi intrusi selama Tersier .
Bagian selatan Zona Schwaner ini terdapat tiga kelompok batuan utama, yaitu batuan plutonik, batuan vulkanik Komplek Matan dan batuan sedimen klastik Komplek Ketapang. Bagian dari batuan komplek Matan dan Ketapang teralterasi oleh intrusi batolit granit. Batuan metamorf dari komplek Matan dapat dikorelasikan dengan batuan gunugapi seri Pahang di Malaysia dan Kompleks Ketapang berumur Trias Atas. Batuan non metamorf di komleks tersebut diasumsikan sebanding dengan endapan Tersier Bawah dan batuan vulkanik di jalur sebelah utaranya. Di Kalimantan Tenggara terbentang Pegunungan Meratus berumur Pra Tersier berarah utara – selatan. Di Meratus perkembangan batuan beku relatif lebih muda dibanding dengan Kalimantan Barat. Kompleks batuan dasar sekis kristalin di sini berumur Mesosoikum akhir. Orogenesa di Zona Meratus baru terjadi ketika proses pembentukan pegunungan di Kalimantan Barat akan selesai. Zaman Yura geosinklin terbentuk, berikut pengendapan ofiolit dan radiolaria dari Formasi Alino. Kemungkinan Formasi Alino berumur Yura di Kalimantan Tenggara sama dengan batuan Permokarbon Formasi Danau di jalur utara Kalimantan Barat. Formasi Alino dan Paniungan dari zona Meratus diintrusi oleh batuan plutonik. Intrusi yang pertama ini merupakan variasi batuan plutonik asam yang sangat beragam (dunit, peridodit) yang diakhiri dengan batuan granit plagioklas dan porfirtik. Setelah pengangkatan pertama batuan non-vulkanik ini Zona Meratus mengalami penurunan kembali.
Pada zaman Kapur tengah sampai atas terjadi pengendapan dari hasil erosi kuat batuan berumur Yura yang terlipat serta masa batuan plutonik peridotit dan granit. Kapur terdiri dari fasies vulkanik dan non-vulkanik. Pada akhir Kapur Zona Meratus mengalami pengangkatan kedua, dan aktivitas vulkanik berlangsung sampai Tersier Bawah. Pengangkatan kedua ini menutup aktivitas siklus orogenesa Zona Meratus. Zona Meratus merupakan contoh baik untuk siklus pembentukan pegunungan.
Pada zaman Yura dimulai dengan penurunan geosinklin yang diikuti dangan vulkanik bawah laut dengan proses ofiolitnya, sebagai awal mulainya pembentukan batuan plutonik basa dan ultrabasa. Penurunan geosinklin ini disertai dengan dua kali pengangkatan. Geantiklin pertama terjadi pada zaman Kapur Bawah. Ini didominasi batuan non-vulkanik, berupa batolit granit yang diintrusikan ke pusat geantiklin. Pengangkatan kedua merupakan aktivitas vulkanik dengan inti magmatik dari geantiklin sampai ke permukaan

Maluku Utara
Evolusi geologi Maluku Utara dan aktivitas magmatisme kawasan ini sama dengan di Filipina. Penurunan geosinklin mulai terjadi pada Mesosoikum awal. Transgresi di kelompok Halmahera kemungkinan terjadi setelah kepulauan Sula dan Obi. Batuan abisal di kelompok Halmahera secara umum terdiri aas gabro, norit, peridotit tersepentinitsasi, diorit, kuarsa dan granodiorit. Ofiolit basa dan ultrabasa diitrusi selama penurunan geosinklin. Ada jeda stratigrafi antara Eosen dan Neogen. Pada endapan Neogen dan Kwarter hadir batuan vulkanik menengah sampai asam. Aktivitas vulkanik hadir di Halmahera utara, Ternate dan pulau-pulau kecil lainnya.

Sulawesi
Batuan beku dari berbagai komposisi menyusun pulau ini. Bagian utara dan barat Sulawesi disusun oleh batuan beku alkali kapur berumur Tersier. Sepanjang pantai barat sampai lengan selatan dari vulkanik terdiri dari batuan beku alkali-kapur yang melampar luas. Terpisah dengan batuan ini terdapat dilengan utara.
Di Sulawesi timur dan tenggara peridotit dan batuan ofiolit lainnya tersingkap luas, dengan batuan vulkanik dan granitit hampir tidak ada. Di Sulawesi utara, barat dan tengah hanya didapatkan ampibol granit. Di Sulawesi terdapat intrusi pada ofiolit berupa batuan beku basa (peridodit dan serpentinit), gabro dan basal (splite). Ofiolit banyak terdapat di Sulawesi utara, barat dan tengah, tetapi tidak tersingkap di lengan timur.

Maluku Utara dan Busur Banda
Kepulauan ini merupakan ujung yang terpisah dari Sistem Pegunungan Sunda. Pada Mesosoikum jalur orogen kawasan ini masih merupakan satu kesatuan dengan Sistem Pegunungan Circum-Australia. Pada Paleozoikum akhir, orogenesa dimulai dengan penurunan geosinklin di Cekungan Banda bagian tengah. Daerah ini merupakan pusat diatrofisma. Dari sini deformasi menyebar ke arah utara (Sistem Seram) dan selatan (Sistem Tanimbar), yang di dihubungkan oleh sektor Kai dan busur Banda yang hadir sampai Tersier.
Evolusi busur banda ini secara umum sesuai dengan proses pembentukan pegunungan dari Kepulauan Indonesia.Saat ini Sistem usur Banda mempunyai anomali isostatik negatif yang kuat. Ini menunjukkan bahwa pada jalur ini terdapat energi potensial yang diperkirakan merupakan busur inti dan kerak batuan sialik dengan densitas rendah. Busur ini belum terkonsolidasi dengan kuat, mempunyai temperatur tinggi, dan banyak mengandung gas dengan kekentalan rendah. Kondisi ini menunjukkan adanya magma aktif yang memberikan gaya vertikal jika kondisi memungkinkan.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan bagian dari Sistem Pegununggan Sunda. Evolusi orogenesa di kawasan berhubungan dengan Busur Banda. Ada dua deret jenis batuan beku dalam sistem ini (Roevei, 1940). Batuan tertua di Timor berumur Perm, berupa kelompok basal trakit yang mempunyai karakter Atlantik lemah. Batuan vulkanik ini dierupsikan pada awal pembentukan geosinklin. Setelah itu Sistem Orogenesa Timor berkembang. Seri lain berupa komplek ofiolit – split, yang berumur Pra Miosen. Batuan ini merupakan bagian dalam dari geosinklin, yang juga dapat dijumpai secara luas lingkaran luar Busur Banda. Batuan beku ini mempunyai karakter Mediteran yang kontras dengan seri Atlantis. Seri Mediteran bersifat potasik, dierupsikan pada saat akhir siklus orogenesa, di bagian dalam busur vulkanik. Contoh dari batuan ini adalah lava yang mengandung leusit dari erupsi G. Batu Tara, Tambora dan Soromandi. Tipe lain di bagian dalam busur vulkanik Kepulauan Sunda Kecil dibentuk oleh granodiorit Tersier. Di Flores terdapat bantuan berumur intra Miosen, sedang di Lirang maupun Wetar yang diduga berumur Neogen. Di dalam busur vulkanik ini terdapat tiga siklus aktivitas vulkanik: Neogen Tua, Neogen muda dan Kwarter sampai Resen. Dua siklus tertua didorong oleh intrusi batolit granodiorit yang naik sampai beberapa kilometer di bawah permukaan. Pengangkatan terakhir terjadi pada Plio-Plistosen disebabkan oleh pengaktifan kembali vulkanik yang akan padam. Ini merupakan tipikal pembentukan gunungapi di Maluku yang merupakan jalur vulkanik di luar cekungan.

Jawa
Jawa merupakan bagian dalam dari busur vulkanik Sistem Pegunungan Sunda. Pada zaman Mesosoikum jalur ini berada di bagian geantiklin yang jauh di sebelah utara. Di sini ofiolit bercampur dengan sedimen Pra Tersier, misalnya di daerah Luk Ulo dan Ciletuh, Jawa Barat. Batuan Pra Tersier di Luh Ulo terdiri dari sepertinit, gabro dan diabas (Harloff, 1933). Batuan Pra Tersier di Ciletuh juga mengandung batuan beku basa dan asam yang termetamorfosakan (gabro, peridotit dan serpentinit) dengan sekis klorit dan filit.
Pada akhir geantiklin Mesosoikum terjadi proses pengangkatan. Pengangkatan pertama bukan merupakan aktivitas non-vulkanik. Akhir Tersier merupakan perioda penurunan. Endapan non-vulkanik berumur Eosen diendapkan secara trangresi di atas komplek batuan dasar Pra Tersier. Selanjutnya pada akhir Paleogen magma sampai permukaan, dan perioda vulkanik kuat dimulai, dengan beberapa menunjukkan karakter bawah laut (Andesit tua, siklus awal dari vulkanik Pasifik).Pada Miosen tengah jalur vulkanik Jawa didorong oleh batolit granit sampai granodiorit, sehingga menghasilkan vulkanik-vulkanik Andesit Tua yang sangat basa. Batuan beku holokristalin Intra Miosen sekarang tersingkap di Merawan, Jiwo, Luh Ulo, Tenjo Laut, Cilaju, Bayah dan lainnya (misalnya tufa dasit atau dasit di Genteng, selatan Tenjolaut) yang mengakhiri siklus vulkanik berafinitas Pasifik.Siklus vulkanik kedua terjadi pada zaman Neogen akhir, yang diakhiri oleh pengngkatan kedua dari busur vulkanik. Selanjutnya siklus ketiga berlangsung terus sejak Kwarter sampai sekarang. Kenampakan khas dari siklus kedua dan ketiga vulkanik ini adalah intrusi dan ekstrusi sepanjang tepi selatan geantiklin Jawa yang menunjukkan keanekaragaman batuan-batuan alkali. Intrusi Neogen akhir di Zona Bogor (Jawa Barat) dan Pegunungan Serayu Selatan di Jawa Tengah menunjukkan karakter essexitic. Pada zaman Kwarter gunungapi yang menghasilkan leusit hadir di timur laut Jawa yang merupakan sisi dalam geantiklin vulkanik (Muria, Ringgit).

Sumatra
Bukit Barisan di Sumatra dibentuk dengan cara seperti geantiklin Jawa Selatan. Selama Mesosoikum jalur ini merupakan bagian muka busur dari geantiklin yang berukuran lebih luas dari Bukit Barisan saat ini. Endapan di geosinklinal terlipat kuat membetuk isoklin dengan arah gerak dari timur laut ke barat daya. Proto Barisan masih terdapat batuan non-vulkanik. Sepanjang lereng timur dari geantiklin Barisan berumur Kapur masih terdapat granit yang telah mengalami perlipatan kuat. Busur ini dimulai dari pulau Berhala di selat Malaka utara, meluas di sepanjang Suligi-Lipat Kain dan Lisun-Kuantan, serta melipat kuat sampai sebelah timur danau Singkarak dan Jambi. Umur granit di bagian utara jalur (pada granit pembawa timah di Berhala dan Suligi-Lipat Kain) diperkirakan Yura. Di bagian lebih selatan berumur Karbon dan Permokarbon, dan sebagian pasca Trias. Kemungkinan granit di Lampung yang mengintrusi sekis kristalin dan geneis dari komplek batuan dasar tua merupakan bagian dari lipatan ini.
Seperti halnya busur vulkanik Pulau Jawa dan Sunda Kecil, pulau Sumatra mengalami tiga siklus aktivitas vulkanisma. Siklus pertama terjadi pada akhir Paleogen dan diakhiri oleh pengangkatan intra Miosen. Pengangkatan ini diikuti oleh intrusi batolit granodiorit, yang menjadi dasar dari batuan vulkanik Andesit tua. Di permukaan kenaikan magma granit ini diikuti oleh erupsi paroksismal dari letusan Katmaian yang mengeluarkan aliran tufa asam dengan jumlah yang sangat besar.
Sepanjang Neogen atas, siklus kedua aktivitas vulkanik Pasifik terbentuk dan diakhiri oleh pengangkatan Plio-Plistosen. Selanjutnya erupsi paroksismal itu ditutup oleh letusan magma batolit granit yang berada di dekat permukaan (Semangko, Ranau, Toba). Demikian juga tufa asam Lampung di Sumatra selatan dan tufa Bantam di Jawa Barat dan di selat Sunda dierupsikan pada periode ini. Akhirnya siklus ketiga terbentuk, menumbuhkan kerucut-kerucut vulkanik di sepanjang Bukit Barisan. Sedikit berbeda terdapat pada erupsi efusif basal olivin resen yang terjadi di Sukadana Lampung. Irupsi celah ini terdapat di tepi perisai kontinen Dataran Sunda, dan dapat disebandingkan dengan erupsi efusif basal di Midai, Niut - Karimun Jawa.
Kepulauan barat Sumatra memberi gambaran yang berbeda dari busur luar Sistem Pegunungan Sunda. Selama zaman Tersier jalur ini merupaka palung busur dari Zona Barisan. Pada zaman Eosen, intrusi basa dan ultrabasa yang terserpentinitisasi hadir. Pada zaman Kwarter pembentukan busur geantiklin pada jalur ini dimulai, dan berlanjut sampai saat ini. Anomali isostatik negatif pada jalur ini menandakan adanya energi potensial yang mmungkin muncul. Pengangkatan pertama dari palung busur ini seluruhnya batuan non-vulkanik, dan sesuai dengan aturan umum dari evolusi orogen di Kepulauan Indonesia.

2. Evolusi Magmatik dan Orogenesa
Tinjauan terhadap hubungan antara orogenesa dan aktivitas batuan beku di kepulauan Indonesia akan mengikuti kecenderungan aturan umum.
• Batuan-batuan dengan afinitas Atlantik berada di luar jalur orogen. Erupsi akan terjadi selama tahap awal proses penurunan cekungan geosinklin, sebagai awal pembentukan pegunungan.
• Siklus pembentukan pegunungan dimulai dengan penurunan geosinklin. Pada pusat geosinklin diatrofisma terbentuk. Orogenesis memencar secara radial sebagai gelombang permukaan yang besar (Anambas, Banda).
• Batuan-batuan ofiolit dengan komposisi basa dan ultrabasa dierupsikan dari cekungan muka busur dari gelombang permukaan tersebut. Gunungapi bawah laut ini berasosiasi dengan rijang radiolaria dan endapan-endapan laut dalam.
• Setelah perioda penurunan geosinklin berlangsung (dalam jutaan atau puluhan juta tahun) muka busur melengkung ke atas membentuk struktur geantiklin. Secara umum beberapa peristiwa pengangkatan terjadi, dan disisipi oleh fase penurunan yang tenang.
• Pengangkatan geantiklin jalur orogen secara umum menghadirkan batuan non-vulkanik, yang selanjutnya diikuti oleh aktifitas vulkanik orogen dengan batuan-batuan alkali-kapur dari afinitas Pasifik. Hanya geantiklin termuda dari Sistem Pegunungan Sunda dan Filipina yang menunjukkan cekungan samudra selama terjadi pengangkatan. Tahap akhir dari evolusi jalur orogen selalu menghadirkan batuan beku potasik dengan afinitas Mediteran.
• Setelah melewati beberapa fase diatrofisma dengan berbagai pengaruh intrusi dan ekstrusi batuan beku, jalur orogen terkonsolidasikan menjadi kerak yang kaku seperti karakter kontinen. Fokus diatrofisma yang asli akhirnya terkonsolidasikan ke blok kerak yang kaku, yaitu pada jalur orogen yang telah menyebar radial setahap demi setahap ke seluruh busur.
• Jalur orogen ini, yang berada di sekitar daerah diatrofisma tua yang telah terkonsolidasi, dapat dibedakan dari busur dalam vulkanik dan busur luar non-vulkanik melalui struktur lipatan sentrifugal. Daerah yang terkonsolidasikan dapat membentuk peneplain di bawah permukaan, atau berada di bawah kerak utama sehingga mencapai kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan laut.
• Di sepanjang tepi Sistem Dataran Sunda basal olivin dierupsikan pada zaman Kwarter (Midai, Niut, Murai, Beluh, Karimunjawa, Sukadana).

3. Asal Batuan beku
Sulit menguraikan hubungan timbal balik antara berbagai gejala tektonogenesis, vulkanik, anomali gravitasi dan gempabumi, apabila tidak mempunyai hipotesis kerja tentang asal mula magma. Penting melalukan penafsiran evolusi dan merekontruksi hubungannya agar mampu mempunyai konsep yang umum mengenai asal mula batuan beku, yang selaras dengan semua hal yang berhubungan dengan geologi, vulkanologi dan geofisika. Sebagian besar teori geotektonik yang diusulkan di masa lalu melalaikan sisi ini. Nampaknya evolusi geokimia bumi mempunyai arti penting bagi evolusi orogen ( van Bemmelen, 1948)

Asal Berbagai Variasi Magma Di Indonesia
Di Indonesia terdapat berbagai rangkaian batuan beku. Hubungan satu dengan yang lainnya dapat dicermati.Tahap pra orogen berupa pembentukan suatu cekungan geosinklin di selama Palaesoikum. Proses ini termasuk yang terjadi di Timor oleh erupsi traki basal dari seri Lautan Atlantik (De Roever, 1940). Tahapan ini diikuti oleh suatu evolusi orogen di dalam geosinklin selama Mesosoikum, Tersier dan Kwarter sebagai proses pembentukan jalur geantiklin dan cekungan geosinklin. Secara bertahap jalur orogen ini menyebar keluar pusat cekungan geosinklin. Foredeep melengkung atas ke dalam suatu geantiklin dan bergeser keluar lebih jauh.
Selanjutnya pada dasar cekungan orogen, ofiolit basa sampai ultrabasa mengalami ekstrusi dan intrusi dari asosiasi ofiolit radiolaria dan intrusi peridotit dan serpentinit. Selama proses pembentukan geantiklin batuan ofiolit bercampur dengan naiknya migmatit sehingga dasar tubuh batolit granit terjadi. Biasanya terdapat tiga atau lebih gerakan pengangkatan pada setiap jalur orogen. Pengangkatan pertama masih bukan batuan volkanik, pengangkatan kedua kedua proses erupsi lava basa, menengah maupun asam, dari seri lava Pasifik, dan langkah ketiga vulkanik padam. Masing-masing pengangkatan diikuti oleh intrusi batuan plutonik berkomposisi menegah dan asam.
Tahap lanjut dari evolusi jalur orogen ini adalah hadirnya erupsi batuan tipe Mediteran. Akhirnya tahap akhir orogen sebagai tahap pembentukan kontinen terbetuk. Dataran Sunda telah dikonsolidasikan oleh tahap diastrofisme Mesosoikum Tua, sedang proses pembentukan pegunungan berlanjut bergeser ke keluar membentuk orogen jalur Sunda saat ini. Pusat Datara Sunda sekarang membentuk baselevel sebagai suatu peneplain khas. Pada akhir Kwarter di sepanjang tepi blok yang terkonsolidasi ini terjadi aliran lava basal olivine.Cakupan batuan beku begitu luas dan sangat berkaitan dengan evolusi kerak bumi. Ini memberi kesan bahwa peristiwa yang berkaitan dengan proses yang terjadi pada pembentukan batuan beku merupakan hal penting dalam proses pembentukan pegunungan. Pertanyaan selanjutnya, dengan demikian, sebenarnya adalah, dalam hal ini mana magma juvenile dan mana magma induk? Kelihatannya hanya erupsi awal basal trakitik yang dapat diperlakukan seperti itu. Pra kondisi kerak bumi berkomposisi sialik berumur Perm harus diikuti oleh kekar dan patahan utama agar magma di bawah permukaan dapat hadir ke permukaan. Steinmann, Kossmat, dkk mempertimbangkan ophiolites berasal dari magma juvenil.
Tetapi peridotites, di Sulawesi Timur mengalir ke permukaan dengan tenang dan menggantikan seluruh komplek batuan dasar yang kristalin. Dia tidak diproduksi oleh diferensiasi kristalisasi dari intrusi basal yang sangat besar, sebab mereka secara langsung ditimpali oleh endapan bawah laut berumur Kapur yang berumur sama dengan intrusi tersebut. Di Seram Barat, Manipa dan Kellang bagian intrusi tersingkap. Situasi yang sama ditemukan di Kawasan Meratus, ketika tubuh peridotit secara berturut-turut diintrusi dan digantikan (replace) oleh gabro, diorit, diorit kuarsa dan granit plagioklas. Situasi ini justru kebalikan dari apa yang seharusnya terjadi pada kasus diferensiasi kristalisasi dan fragsinasi. Batuan menjadi lebih asam dengan terus bertambahnya kedalaman. Anomali isostatik negatif di Sulawesi Timur dan Seram menunjukkan bahwa peridotit menandakan adanya masa peridotit yang sekarang mendasari kaki pegunungan granit.Situasi ini mendorong ke arah pemikiran bahwa pada seri batuan basa sampai ultrabasa dari geosinklin berukuran sangat besar, bagian permukaannya merupakan akumulasi magma asam (granit). Ini merupakan hasil berbagai proses evolusi kimia di bagian permukaan kerak bumi.
Proses hypo-differentiation tersebut merupakan hasil gangguan keseimbangan lapisan tengah basal tectonosphere karena penurunan cekungan. Penurunan cekungan menyebabkan terjadinya pembebasan tekanan akibat relief, sekaligus terjadi peningkatan gradien geotermal di lapisan dasar dan menengah. Dengan proses hypo-differentiation tersebut, dalam waktu berjuta-juta tahun, kerak basal akan terbagi-bagi menjadi batuan ultrabasa (anti root) dan granit (mountain-root).
Mengenai gunungapi strato dapat dipahami sebagai konsentrasi saluran-saluran dari peningkatan pancaran dalam jumlah yang besar dari bagian magma yang mudah menguap. Gunungapi itu merupakan cerobong di atas intrusi batolit. Kita tidak bisa bayangkan pernah magma juvenil bisa naik menerobos astenolit dan membuat zona migmatit selama tahapan evolusi geantiklin dari suatu jalur orogen. Kedalaman intrusi dari batolit granodiorit Tersier Tengah pasti tidak lebih dari 2 km, dan granodiorit Tersier Akhir di Wetar dan Lirang mungkin lebih tinggi. Pada kasus erupsi paroksismal Kwarter Ranau dan Toba di Sumatra, bagian puncak intrusi granit diledakkan. Oleh karena itu magma palingenic Pacific mungkin dibentuk dekat di bawah permukaan. Intrusi dangkal ini berasimilasi dengan batugamping Tersier, sehingga menyebabkan menyimpang dari kebiasaan (menghasilkan produk letusan Mediteran. Akhirnya, setelah konsolidasi dari kerangka batuan beku jalur orogen ini, kekar utama memotong kerak bumi sampai ke lapisan magma. Erupsi efusif basal olivine dari Daratan Sunda lekat menyerupai batuan basal dari jalur orogen. Mereka dicemari oleh material kerak. Oleh karena itu magma induk riil mungkin lebih banyak trakit basal.

BATUBARA

II.1. Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
• Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Hasil endapan batubara dari periode ini sangat sedikit.
• Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini.
• Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tumbuh-tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
• Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
• Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

II.2. Proses Pembentukan Batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
• Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit (batubara lunak) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
• Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit (kelas batubara tertinggi).
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.

Tabel 1. Contoh Analisis Batubara (daf based)
(Sumber: Sekitan no Kisou Chishiki)

II.3. Tektonik Lempeng dan Pengendapan
Tektonisme adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan terjadinya dislokasi (perubahan letak) patahan dan retakan pada kulit bumi dan batuan.
Kecepatan pengendapan erat kaitannya dengan pengangkatan pada daerah tektonik aktif. Umumnya pada daerah tektonik aktif kecepatan pengangkatan lebih besar dibandingkan kecepatan erosi, sehingga terbentuk morfologi tinggi. Jadi sedimen diendapkan di laut, diubah menjadi batuan, menempel pada benua dan terangkat sampai tinggi, oleh gaya tektonik.
Ada beberapa endapan yang sangat tebal yang berkaitan dengan kerangka tektonik yang spesifik, misalnya dimana benua terpisah pada pusat pemekaran perlahan-lahan terakumulasi sediment tebal sepanjang tepi benua sebagai endapan yang terbawa arus mengisi cekungan laut yang berkembang, seperti yang terjadi di atlantik, Amerika utara. Di bawah paparan benua dijumpai tumpukan tebal batuan sediment laut dangkal. hal ini dapat terjadi karena pada saat akumulasi cekungannya perlahan-lahan menurun.
Pada zona tumbukan dalam (collission) benua dijumpai akumulasi sediment kasar yang tebal hasil rombakan pegunungan yang terangkat. Diendapkan sebagai endapan aliran sungai berupa konglomerat dan batupasir kasar, seperti yang dijumpai pada bagian selatan pegungan Himalaya. Sediment halusnya diendapkan di laut, di teluk Benggala sejak pengangkatan mulai.

II.4. Idetifikasi Faktor Geotektonik
Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks. Terdapat serangkaian faktor geotektonik yang diperlukan dalam pembentukan batubara yaitu:
1. Posisi Geoteknik
Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geoteknik merupakan faktor yang dominan karena akan mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya. Pada fase yang terakhir, posisi geoteknik mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir.
2. Topografi (Morfologi)
Morfologi dari cekungan saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara terbentuk. Topografi memiliki efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geoteknik.
3. Penurunan
Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang maka akan menghasilkan endapan batubara tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya yang menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.
4. Umur geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Semakin tua umur batuan maka makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Akan tetapi pada batubara yang memiliki umur geolgi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Faktor erosi dapat merusak semua bagian dari endapan batubara.
5. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara. Selain itu merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora pada kondisi yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geografi dan posisi geoteknik.

JAMAN PLEISTOSEN

PLEISTOSEN

Pada tahun 1839, charles lyell memberikan nama pleistosen untuk jaman geologi yang mengikuti jaman pliosen. Jaman ini dimulai dari awal kuarter hingga kira-kira 11.000 tahun yang lalu. Jaman pleitosen didefinisikan dengan dasar bahwa lapisan sedimen mengandung 90% hingga 100% dari fauna yang masih hidup.
Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm pertahun pada jama ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik yang terjadi belum banyak merubah morfologi dan struktur bumi. Namun demikian perubahan tektonik yang terjadi yang terkait dengan perkembangan dan pencairan lempeng es di daerah kutub telah sangat berpengaruh pada perubahan muka laut yang menyertainya.
Pada kala pleistosen, zona penujaman jawa pindah ke selatan, kearah samudera india. Mulai terbentuk gunungapi kuarter, termasuk merapi, merbabu, lawu, ungaran, yang sebagian masih hingga holosen. Susut laut yang mulai terjadi sejak pliosen terus berlangsung hingga pertengahan pleistosen awal. Dijawa tengan susut laut ini disertai dengan pengangkatan dari pegunungan kendeng. Akibatnya laut yang terletak diantara kendeng dan pegunungan selatan ( yang telah terangkat sejak pliosen ) dimana daerah sangiran terletak berubah menjadi lautan tertutup dan kemudian menjadi daerah rawa. Pengangkatan yang terus berlangsung segera diikuti oleh erosi, dan hasil erosi tersebuit masuk ke cekungan rawa tersebut diatas yang kemudian menghadilkan endapan lempung hitam ( formasi pucangan ). Pengisian terus menerus dari rawa tersebut berakibat daerah tersebut menjadi daratan dengan sungai yang mengalir diatasnya (Sartono, 1976). Pengangkatan kendeng tersebut juga berakibatterbentuknya endapan teras yang bertingkat-tingkat sepanjang lembah sungai, misalnya aliran Bengawan Solo diantara Ngawi dan Cepu (Sartono, 1976).
Pada masa jaman es, karena suhu udara rata-rata lebih rendah dari sebelumnya, hal ini mengakibatkan bahwa zona vegetasi bumi belahan utara berpindah keselatan lebihdari 2000 km dari posisi pra jaman es. Di eropa selatan, daerah tundra yang sangat luas yang dialasi permafrost ( tanah yang beku secara permanen), melempar jauh kearah selatan lempengan es hingga sejauh tepian dari laut tengah. Pada daerah seperti itu berkembang pesat fauna daerah dingin seperti rusa kutub (reindeer), mammoth dan badak berbulu lebat.
Selama Pleistosen, perkembangan golongan mamalia sangat pesat, mungkin akibat tersedianya relubg ekologi yang tepat. Muncul golongan baru misalnya mammoth, badak berbulu tebal dan harimau bergigi pedang. Satu hal yang sangat penting adalah bahwa muncul golongan hominid yang terwakili oleh homo erectus, homo habilis dan akhirnya homo sapiens. Kondisi iklim yang tidak terlalu basah pada pleistosen menyukarkan pertumbuhan hutan lebat. Hutan yang ada bukan merupakan hutan rimba, tetapi steppa. Kondisi seperti ini berakibat berkembang pesatnya mamalia darat golongan gajah yang berukuran besar seperti Stegodon trigonocephalus, mastodon, mammoth. Golongan hominid mulai menggunakan peralatan batu, mulai bberburu dan berakibat punahya beberapa hewan perburuan.

RMR & SMR

Metode Rock Mass Rating (RMR) dari Bieniawski (1989) sebagai sistem klasifikasi massa batuan untuk keteknikan sebagai metode untuk perencanaan tambang bawah permukaan. Ada enam parameter yang diperhitungkan dalam sistem pengkelasan RMR, yaitu kekuatan batuan, Rock Quality Designation (RQD), spasi diskontinuitas, kondisi permukaan diskontinuitas, kondisi keairan, dan koreksi kemiringan (dip) diskontinuitas. Keenam faktor tersebut memiliki nilai yang dijumlahkan untuk mendapatkan total nilai (Rating). Kualitas massa batuan di daerah penelitian menurut metode RMR dari Bieniawski (1992) dibagi menjadi empat kelas, yaitu baik, cukup, buruk, dan sangat buruk.
Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan sekitar 60 tahun yang lalu yang ditujukan untuk terowongan dengan penyanggaan menggunakan penyangga baja. Kemudian klasifikasi dikembangkan untuk penyangga non-baja untuk terowongan, lereng, dan pondasi. 3 pendekatan desain yang biasa digunakan untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan empirik. Salah satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan menggunakan metode empiric.
Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan secara cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik, observasi lapangan, pengukuran, dan engineering judgement.


Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk:
• Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat massa batuan.
• Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan sifat dan kualitas.
• Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa batuan.
• Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu tempat dengan kondisi massa batuan di tempat lain.
• Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
• Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer.

Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:
• Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan sebagai parameter klasifikasi.
• Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.
• Memungkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang lebih efektif pada suatu proyek.

Dikarenakan kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha untuk mencari hubungan antara desain galian batu dengan parameter massa batuan. Banyak dari metode-metode tersebut telah dimodifikasi oleh yang lainnya dan sekarang banyak digunakan untuk penelitian awal atau bahkan untuk desain akhir. Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini adalah:

1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
2. Klasifikasi stand-up time
3. Rock Quality Designation (RQD)
4. Rock Structure Rating (RSR)
5. Rock Mass Rating (RMR)
6. Q-system

1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)
Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga beton dan rockbolts.

2. Klasifikasi Stand-up time
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah bahwa dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan, bentuk potonganmelintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.

3. Rock Quality Designation (RQD)
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan. Saan ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti pemboran dan merupakan salah satu parameter dalam penentuan klasifikasi massa batuan RMR dan Q-system
RQD didefinisikan sebagai:

Walaupun metode penghitungan dengan RQD ini sangat mudah dan cepat, akan tetapi metode ini tidak memperhitung factor orientasi bidang diskontinu, material pengisi, dll, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.

4. Rock Structure Rating (RSR)
RSR diperkenalkan pertama kali oleh Wickam, Tiedemann dan Skinner pada tahun 1972 di AS. Konsep ini merupakan metode kuantitatif untuk menggambarkan kualitas suatu massa batuan dan menentukan jenis penyanggaan di terowongan. Motode ini merupakan metode pertama untuk menentukan klasifikasi massa batuan yang komplit setelah diperkenalkannyaklasifikasi massa batuan oleh Terzaghi 1946.

Konsep RSR ini selangkah lebih maju dibandingkan konsep-konsep yang ada sebelumnya. Pada konsep RSR terdapat klasifikasi kuantitatif dibandingkan dengan Terzaghi yang hanya klasifikasi kulitatif saja. Pada RSR ini juga terdapat cukup banyak parameter yang terlibat jika dibandingkan dengan RQD yang hanya melibatkan kualitas inti terambil dari hasil pemboran saja. Pada RSR ini juga terdapat klasifikasi yang mempunyai data masukan dan data keluaran yang lengkap tidak seperti Lauffer yang hanya menyajikan datakeluaran yang berupa stand-up time dan span.

RSR merupakan penjumlahan rating dari parameter-parameter pembentuknya yang terdiri dari 2 katagori umum, yaitu:
• Parameter geoteknik; jenis batuan, pola kekar, arah kekar, jenis bidang lemah, sesar, geseran, dan lipatan, sifat material; pelapukan, dan alterasi.
• Parameter konstruksi; ukuran terowongan, arah penggalian, metode penggalian

RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga baja tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga rock bolt dan beton.

5. Rock Mass Rating (RMR)
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989). 6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:
1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh.
2. Rock Quality Designatian (RQD).
3. Spasi bidang dikontinyu.
4. Kondisi bidang diskontinyu.
5. Kondisi air tanah.
6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.

Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi kedalam daerah struktural yang memiliki kesamaan sifat berdasarkan 6 parameter di atas dan klasifikasi massa batuan untuk setiap daerah tersebut dibuat terpisah. Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng,dan pondasi.

6. Q-system
Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan sebagai:

UJI SONDIR

Klasifikasi tanah dengan sondir telah banyak dilakukan oleh pakar , seperti Robertsonet .al (1983) yang membuat suatu diagram klasifikasi tanah yang sangat sederhana dan mudah digunakan . Cara ini menetapkan cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir, untuk memperoleh parameter-parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah di lapangan, dengan alat sondir(penetrasi quasi statik). Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka banding geser (Rf), dan geseran total tanah (Tf), yang dapat digunakan untuk interpretasi perlapisan tanah yang merupakan bagian dari desain fondasi.
Istilah dan definisi yang berkaitan dengan standar ini adalah sebagai berikut.
angka banding geser (Rf)
perbandingan antara perlawanan geser dan perlawanan konus (fs/qc), dinyatakan dalam persen.
gigi dorong
gigi yang mendorong penekan hidraulik melalui suatu roda gigi yang merupakan bagian dari alat ukur penetrasi.
kekuatan geser tanah
tahanan atau tegangan geser maksimum yang dapat ditahan oleh tanah pada kondisi pembebanan tertentu.
konus
ujung alat penetrasi yang berbentuk kerucut untuk menahan perlawanan tanah.
penetrometer konus ganda
alat penetrasi konus dengan sondir untuk mengukur komponen perlawanan ujung dan perlawanan geser lokal terhadap gerakan penetrasi.
penetrometer konus tunggal
alat penetrasi konus dengan sondir untuk mengukur komponen perlawana nujung terhadapgerakan penetrasi.
penyondiran
serangkaian pengujian penetrasi yang dilakukan di suatu lokasi dengan menggunakan alat penetrasi konus.
perlawanan geser (fs)
nilai perlawanan terhadap gerakan penetrasi akibat geseran yang besarnya sama dengan gaya vertikal, yang bekerja pada bidang geser dibagi dengan luas permukaan selimut geser; perlawanan ini terdiri atas jumlah geseran dan gaya adhesi.
perlawanan konus atau perlawanan daya dukung (qc)
nilai perlawanan terhadap gerakan penetrasi konus yang besarnya sama dengan gaya vertikal yang bekerja pada konus dibagi dengan luas ujung konus.
selimut (bidang) geser
bagian ujung alat ukur penetrasi ganda, tempat terjadinya perlawanan geser lokal.
tegangan geser tanah
perlawanan tanah terhadap deformasi bila diberi tegangan geser.


Keuntungan alat sondir :
a. Dapat dengan cepat menentukan lekat lapisan tanah keras.
b. Dapat diperkirakan perbedaan lapisan.
c. Cukup baik untuk digunakan pada lapisan yang berbutir halus.
d. Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk menghitung daya dukung tiang.
Kekurangan Penggunaan Alat Sondir :
a. Tidak dapat digunakan untuk lapisan yang berbutir kasar, terutama lapisan yang mengandung butir kerikil dan batu.
b. Tidak dapat diketahui tanah secarah langsung.
c. Jika letak alat ini vertikal dan konis/bikonis tidak bekerja dengan baik, maka hasil yang diperoleh meragukan
Hal-hal yang perlu diperhatikan/diperiksa dalam pengunaan alat sondir :
a. Manometer yang akan dipergunakan masih dalam keadaan baik sesuai dengan standar yang berlaku .
b. Ukuran konis yang akan digunakan harus sesuai dengan ukuran standar seperti gambar
c. Setiap tahap pemeriksaaan batang yang akan dimulai,harus dari manometer harus menunjukan angka nol.

Bocah kecil , jarum jam itu berputar kekanan

Melihat kesekitar .. jauh kedepan .. hamparan padang ilalang ...

Tua kian menguning warna padi ...

Aku berkaca pada keraguan egoku sendiri ..

Membahas teori konspirasi dengan iblis merah bersayap kupu-kupu



Meski terlihat terang diawal kata ... aku tau ini adalah cerita hitam ..

Meski terlihat hitam diakhir kata .. aku tau ini adalah awal keindahan



Manusia mengungkap dengan kata-kata nya ..

Tapi apalah daya ku yang tak hidup dan berpikir normal seperti seorang manusia



Saat subuh berkata lantang tak akan jatuh

Pagi datang mulai mundur satu langkah

Siang menjelang meraih meminta ...

Senja datang dengan satu kaki ...

Dan malam hilang dengan ketakutan tadi ...



Aku manusia dengan segala pilihan dan akibat

Aku manusia yang belajar menulis di pasir

Aku laki-laki muda yang menatap tua dengan aksen cadel bocah kecil



Bocah kecil .. jarum jam itu berputar kekanan

jam dan kamera

BAB SATU
03.05 pagi , begitulah si biru bundar didinding berkata padaku. Dengan lelah karna lengannya harus terus berputar sepanjang usia, dia seolah memberi isyarat bahwa ini bukan lagi jam normal bagi seorang manusia untuk beraktifitas. Tapi apa urusannya? Aku memang bukanlah seorang yang hidup dalam kenormalan dunia.
Ada tiga macam benda yang sedang merasukiku malam ini. Cangkir putih dengan ampas hitam yang kutahu telah 3 jam mengering karena dingin malam, tapi tetap saja kutarik kebibir seolah masih ada yang bisa diminum. Sebuah bentuk balok dengan tombol numerik 0-9 bersekutu dengan lambang-lambang alfabet yang dari tadi tak hentinya bergetar diatas permukaan meja kayu ini. Memberikan pola nada indah yang sedikit menciptakan warna diotakku. Lalu benda persegi ditelapak tangan yang terus kugenggam beberapa hari ini. Sebuah benda yang orang-orang menyebutnya dengan digital camera. Yang sungguh ingin kunyalakan untuk melihat seluruh gambar yang tersimpan didalamnya.
Begitu besar keinginanku, begitu dalam pula rasa takut yang menghadang. Memberi efek getar yang jauh melebihi getaran handphone yang semalam ini terus mendapat panggillan yang aku tak tertarik sedikitpun untuk melihat, apalagi mengangkatnya. Sungguh kasihan sekali, handphone dengan usia sangat uzur yang kudapat dari pasar maling di bantaran kali. Ya... meski tak seprihatin diriku, berkaca kedalam diri yang sungguh tak lebih dari seekor ayam tak berbulu. Kedinginan dibawah terik derita malam ini. Dingin... sepi dan beku.
Sebenarnya kenapa dan bagaimana pertanyaan itu mendatangi kepala malang ini? Aku sudah menghabiskan hampir tiga kali matahari terbit untuk mencoba mencari jawabannya. Hasil yang kudapat hanyalah sebuah rasa takut yang meski tanpa benang,tapi kuat menyelimutiku, mengikat dalam jiwa. Entah gambaran apa yang terekam, tapi pasti merupakan hal yang kan mengubah hidupku kedepan.
Namaku langit, sebuah nama yang mewakili harapan ayahku dahulu hingga kini. Meski kini beliau tiada lagi bisa meraba keangkuhanku secara langsung. Karena batas dunia itu. Ternyata selain harapan dan kegigihan yang terwakilkan oleh doa dalam nama ini, sifat angkuh dan ketidakpercayaanku pada hal selain diriku juga menjadi sifat dasar dari nama ini. Entah itu salah sang nama yang tinggi bergantung disana, atau memang diriku saja yang tak mau dipersalahkan oleh keadaanku yang aku sendiri mengakui kebenarannya. Begitulah... saat kebenaran ada didepanku, maka aku akan menggenggamnya dengan sangat kuat dan mempertaruhkan apapun untuk tidak melepasnya.
Suatu ketika, saat raga rapuh ini masih berseragam putih merah. Aku nyaris saja memutuskan jari pak Kades. Ya terang saja, si bapak tua renta itu dengan sangat lantang meneriaki ibu dengan panggilan “jalang” didepan seluruh wali murid yang hadir pada saat pembagian rapor. Pantaskah? Hal ini berawal dari ibuku yang terus mengkritik kinerja dan perhatian si bapak “tua” Kades terhadap satu-satunya SD yang ada didesa kecil kami itu. Merasa disudutkan si bapak “tua” kades tersebut malah mencaci maki ibuku dan menyebut ibuku sebagai wanita tak pantas yang penuh dengan kehinaan. Sekali lagi pantaskah? Didepan belasan murid kelas lima yang mungkin belum mengerti kosakata yang dipergunakan si bapak “tua” yang kini tanpa kades lagi.
Darahku telah sampai diubun-ubun, kulempar kertas rapor bayangan dengan seluruh nilai 9 yang tersenyum diatasnya. Dengan berlari keluar ku cari – cari sesuatu yang bisa menjadi alat pelampias kemarahanku. Di gudang sebelah Toilet kutemukan benda tersebut. Kembali kuberlari, kali ini dengan emosi yang semakin menjadi dan telah membutakan mata serta pemikiranku. Tepat didepan kelas pembagian rapor. Sebuah parang tajam mendarat di jari-jari tangan renta si bapak “tua” kades . Tanpa sedikitpun kata yang keluar dari mulutku. Diam sediam dan heningnya kelas yang tadinya hiruk pikuk oleh teriak caci maki si bapak “tua” kades.
Dalam lamunan keringatku mengucur. Pikirku ini sudah terlalu pagi untuk mengantuk dan tertidur, tapi mata ini ternyata sangat pembangkang, begitu berat kurasa. Hingga meja kayu ini terasa sangat hangat untukku melelalapkan raga lelah ini.
Terik kurasa, kali ini benar-benar terik matahari yang menerpa pipi. Keringat mengalir hingga leher. Sibiru bundar membuat kuberanjak dari tumpuan lelapku dimeja kayu, ia menghardikku dengan menunjuk angka 10. Pagi jam 10 hari selasa kedua dibulan oktober. Berjalan kebelakang kucoba mencari gelas dan air putih. Kerongkongan ini terasa sangat kering. Butuh tiga gelas air putih hingga ku benar-benar yakin kerongkonganku telah normal kembali. Kemudian, kurasa aku harus mencari air dengan jumlah yang lebih banyak. Mungkin bisa kutemukan dibelakang pintu bewarna coklat itu. Sebuah kamar mandi kotor dengan ubin hijau bermotif daun di lantai dan dindingnya. Kulit tipis kusam ini terasa sangat lengket dan telah menebar aroma yang sangat tidak bersahabat ke udara.
Darah yang mengalir di nadi ini terasa menurun temperaturnya setelah seluruh badan bertemu air. Sungguh sedikit menurunkan kadar ketidaknormalan pada tubuhku. Hal yang telah tiga hari tak kurasakan. Begitulah.. ini kali pertama aku mandi setelah mendapat kamera digital itu. Mudah-mudahan setelah ini keberanianku muncul untuk melihat isinya. Dan kemudian memutuskan langkah hidupku kedepan. Keberanian yang memang harus kubangkitkan. Karena hanya ada dua pilihan bagiku yang jatuh kelubang ini. Bangkit untuk berdiri dan beranjak, atau tetap berbaring lemah disini mencium tanah basah yang kotor.
Setelah merasa sangat bersih dan segar diraga. Kuambil tas hitam lusuh yang tergantung dibelakang pintu hijau tua disebelah tempat tidurku. Tas kecil pemberian seorang teman wanita, yang aku sendiri hingga kini tak tahu harus memanggilnya teman, sahabat atau siapalah. Ada sebuah rasa aneh yang kunikmati bertahun belakangan. Yang buat ku takut saat malam tapi jadi sangat sumringah saat mentari datang menjelang. Masih kuingat saat Dian, nama yang membekas hingga kini karena keramahan dan kehangatan tawa serta cerita yang datang bertubi dari mulutnya datang menyodorkan tangan dihari pertamaku berseragam putih abu-abu. Tak terlupa sedikitpun baik kata mapun tawanya yang khas olehku. Sebuah jenis tawa yang sangat aneh menurutku, karena harus melibatkan seluruh tubuhnya. Mulutnya yang kecil itu tak terlalu keras mengeluarkan suara tawa. Tapi tubuhnya yang juga kecil seakan ikut terbahak dengan lelucon garing yang terus buatku terpingkal. Diana Pramudani si kecil yang setia duduk disebelahku 3 tahun selama SMA.
Kamera digital tadi kumasukkan kedalam kantong dan kusimpan didalam tas. Selain itu, tas hitam ukuran menengah juga kuisi dengan beberapa pakaian. Setelah merasa cukup. Kusandang tas tadi dan melangkah keluar kamar kontrakan. Pada langkah ketiga kuingat ternyata ada satu benda yang kulupa. Benda malang yang tak mungkin tak kubawa saat bepergian. Si balok bertombol malang yang semalaman bergetar dimeja. Kuraih handphone yang kumaksud dan segera memasukkannya kedalam saku jeans hitam lusuh kebanggaanku. Karena ini jean paling layak kondisinya dari 3 buah jeans yang kupunya, paling tidak hingga kondisinya menyamai rekan-rekan terdahulu karena terlalu sering dipakai tapi terlalu jarang dicuci.

xxx


BAB DUA

Adalah sangat bodoh jika kau diam dan tunduk akan situasi dimana kau harus mengambil sebuah pilihan. Itulah aku saat itu. Hanya diam menggenggam kado merah kecil setelah sengaja berlari melewati berkilo-kilo jalan tanah untuk bertemu dengannya. Kali pertama bertemu dengannya selama 1 bulan setelah liburan sekolah waktu itu. Kebodohan anak kecil pikirku saat itu. Sebuah coretan saat itu kutulis pada malam kala kedewasaan lahir dan membijaksakan semua insan. Semua ini karena kata-kata indah . Yang selalu kupinta saat hujan. Kata-kata manis yang menghangatkan batin. Membuatkku menahannya keluar dari pintu dan tetap bersandar dipundak ini. Tapi pengecut memang, karena semua itu hanya tulisan yang tak pernah terbaca. Karena aku mencintainya dalam hati. Tak pernah nyata. Terus berbisik mengharap cinta, sungguh laki-laki malang yang larut dalam ketidakwajaran.
Entah gundah atau bahagia yang terasa di tiga hari menuju 20 tahun. Haruskah ku begitu takut dengan seribu ancaman waktu akan masa depan. Atau malah bersantai seolah waktu tak pernah berputar dan tetep jalan ditempat. Memilih merupakan hal yang harus tapi sangat tidak kusuka dari dulu. Sungguh bukanlah cerminan baik seorang anak laki-laki pertama dalam keluarga yang tumbuh bersama tinta merah.
Pilihan berat saat ini adalah satu diantara pilihan paling gila menurutku. Memilih pergi untuk tak sakit dan bertemu realita hidup atau berdiam disini dengan seribu satu harapan kosong yang hanya berikan mimpi.
Hey, tua renta penjilat. Teriak dalam hati penakut ini. Apa tak ada lagi hal yang harus kau lakukan selain menghasut dan memperkeruh suasana . Apa hanya itu tujuan hidup yang seharusnya telah kau pelajari dan terus kau bangga – banggakan setiap detik dalam nafas. Semua tak mewakili bentuk kenyataan yang terekam kemudian tertampil di setiap gerak pola tinggah.
Entah kenapa mereka yang mengagungkan kebenaran mutlak dalam hidup terus menggerogoti. Bertingkah seolah sangat benar dan membenarkan satu saja patokan kebenaran dalam hidup. Memandang satu dari 3600 sisi pandang saja , tanpa menoleh atau berpindah haluan pandang . Bukankah begitu banyak sisi pandang yang bisa kita pakai untuk melihat dan menilai sesuatu . Sungguh merugi karena tak memanfaatkan limpahan nikmat dan membiarkannya sia-sia.
Sungguh membuat suasana hati menjadi remuk redam dan mengacaukan pola pikir sehat yang selama ini kupakai . Entah kenapa emosi manusia labil sepertiku terpancing sangat cepat . Seperti bahan bakar yang terpicu api, membakar daun-daun kering di hati .
Mungkin sudah terlalu dalam luka sayatan yang mereka tinggalkan padaku . Hingga tak ada sedikitpun rasa simpati akan apapun yang berhubungan dengan mereka. Meski itu baik sekalaipun. Akibat dari endapan rasa benci yang terkompaksi menjadi batuan dendam dalam cekungan hati . Setiap gerak mereka serasa selalu akan merugi menyakitkanku. Sungguh setan hitam sehitam hatiku.
Suatu ketika saat mata air panas berpindah ke ubun-ubunku tak lain karena melihat pola tingkah carut marut seenak perut mereka kembali kulihat . Kali ini dengan objek langsung yang kuperkirakan adalah diriku . Semalaman suntuk kurangkai strategi perang mendahului pagi datang . Harus ku lancarkan seranga sebelum mereka sadar . Harus ku luluh lantakkan sebelum mereka dahulu membinasakanku . Ah.. sungguh prasa kata berlebihan dari ku yang hanya pemimpi . Tapi sungguh penggambaran keberadaan diriku dalam lingkaran setan dendam saat itu . Dan akhirnya aku tetusuk panah dendam sendiri , menjadi sangat panik dan berkaca pada cermin seekor keledai . Berdiam beku bisu dengan sgala hal berupa resiko yang menumpuk dan memukul kepala bagai sebuah godam .
Dari semua itu . Sungguh aku hanya seorang bocah yang terus melihat kearah jam dinding dan terus bertanya kenapa jam itu dibuat berputar kearah kanan . Kenapa tidak kearah kiri dengan pola arah lingkaran yang terbalik dari sekarang . dan kenapa semua manusia di bumi bundar ini mengikuti keinginan si pembuat jam dengan mengikuti pola lingkaran jam kearah kanan itu . Kenapa tidak kekiri ? kenapa tidak kearah kekiri ? aku lebih suka arah kiri .
Berpikir tentang ku dan alasan kenapa marah menjadi salah satu bagian terbesar dalam diri. Mungkin karena memang aku datang dalam hidup sebagai seorang manusia yang berpikir dengan kencendrungan pemilihan emosi ketimbang logika . Berdasar kepa penciptaan manusia yang berbeda dalam rupa, pola tingkah dan jalan hidup . Lalu kenapa bannyak orang yang seolah ingin menjadi orag lain dan tak bersyukur dengan apa yang ada pada dirinya . Berusaha berubah tingkah hingga paras , mencoba menjadi sosok seiingin mereka dan hidup bagai boneka .

...